Lewat musik dan tangan dinginnya, mereka berdua berhasil ‘membawa dunia’ ke
Pada paruh akhir 2004, di tengah kesenyapan festival musik jazz tanah air, setelah vakumnya Jak Jazz yang cukup fenomenal pada dekade ‘90an, pecinta jazz
Memasuki awal 2005, debaran jantung para pecinta jazz berdetak makin kencang seiring semburan musik jazz yang terus saja mewarnai langit
Tahun 2009 ini, tak kurang dari 80 ribu orang memenuhi JCC untuk menyaksikan Java Jazz. Semua pengunjung seperti datang ke rumah sendiri dan sudah tahu aturan mainnya. Mereka mengantre berjam-jam untuk menonton artis idola mereka seperti Jason Mraz atau Bryan Mc Knight. Mereka membuang sampah di tong-tong sampah atau plastic-plastik besar yang disediakan di hamper setiap sudut ruangan. Yang paling mengharukan adalah, ketika sebuah konser akan dimulai, seisi ruangan dengan lantang menyanyikan Indonesia Raya yang membuat bulu kuduk akan meremang. Kendati mungkin terlihat kecil, hal-hal detail ini sanggup membuat kebanggaan sebagai Bangsa
Kelihatannya Java Jazz sekarang ini bukan lagi sekadar ajang musik, tapi sudah melebar menjadi sebuah ajang
Peter F. Gontha(PFG): Gini, sebetulnya, kami sedang mendidik orang untuk menghargai industri kreatif. Kalau di dunia, entertainment industry itu industri yang paling besar, lebih besar dari pada industri otomotif atau yang lainnya. Di Amerika, pendapatan yang diperoleh dari industri kreatif ini paling besar nilainya. Ini termasuk dari televise, film, radio, talkshow, musik, drama dan sebagainya. Di Indonesia juga sebenarnya demikian. Hanya saja belum disadari. Bayangkan saja, dari ring back tone (RBT) volume pemakaiannya sedemikian besar di
Dewi Gontha – Sulisto(DGS): Tapi juga ada perasaan kosong setelah hari-hari padat menjelang Java Jazz.
Bisa dibilang Java Jazz ini adalah ‘bayi’ yang Anda berdua lahirkan dan asuh. Pasti ada pasang surutnya. Bisa diceritakan?
(Sebelum Dewi menjawab, Peter menyambar cepat, “
DGS: Wah, Papa bisa saja. Sebenarnya sih kalau ditarik ke awal berdirinya Java Jazz ini, yang paling banyak membantu itu media. Karena dari tahun pertama, media memberi kontribusi besar pada JJF. Media cetak dan radio biasanya bahkan sudah memberitakan JJF sejak Desember tahun sebelumnya. Belum lagi beberapa grup media besar yang secara konsisten mendukung baik sebagai sponsor maupun media partner. Dengan pemberitaan yang demikian intensif dan luas, jelas tingkat keterdengaran tentang JJF jadi tinggi juga. Begitu juga dari sponsor. Awalnya sponsor bertanya-tanya apa yang kami jual? Lalu satu sponsor masuk dan akhirnya sponsor-sponsor lain ikut masuk. Pendekatannya memang dari Pak Peter karena saat itu kami belum punya akses ke perusahaan-perusahaan tersebut. Tapi pemilihan media juga membantu kami menentukan market yang hip dan kalau dilihat sekarang, akhirnya, media cetaknya juga memang yang dekat ke lifestyle, terutama untuk majalah. Kalau untuk
PFG: Mungkin ini satu hal yang harus diceritakan, dan saya minta ini ditulis. Salah satu orang yang ikut melahirkan dan mensukseskan Java Jazz itu Angki Kamaro. Tanpa Angki Kamaro yang saat itu jadi Direktur Utama Sampoerna, nggak akan ada Java Jazz ini. Saat itu saya mengejarnya sampai ke
Apa ini ‘bocoran’ apa yang akan terjadi di Java Jazz tahun depan?
DSG: Hahaha, mungkin. Karena biasanya, kalau sudah tercetus begini, tinggal dieksekusi saja.
PFG: Ya, boleh ditulis soal ini. Karena saya pikir, The Angki Kamaro Award ini akan jadi sebuah jadi penghargaan kami buat Angki Kamaro.
Untuk pemilihan artis penampil, porsi pengambilan keputusannya bagaimana? Di mana biasanya kompromi dilakukan?
DGS: We don’t compromised. Hahaha… Tapi sebenarnya begini, Papa membuat semua menjadi balance. Beliau yang menjaga keseimbangan sehingga apa yang disebut jazz oleh orang-orang, akan tetap pada tempatnya. Kalau saya mungkin lebih larinya ke acid jazz dan pop. Biasanya kami yang muda-muda mengusulkan beberapa nama yang memang menurut kami sedang hip, seperti misalnya Baby Face atau Jason Mraz.
PFG: Saya belum pernah dengar Jason Mraz dan saya Tanya pada mereka, siapa yang kalian datangkan ini? That’s what happened.
Artinya tingkat kepercayaan harus tinggi dalam pengajuan usulan nama ini ya? Bahwa nama-nama yang diajukan sudah sesuai dengan segmen Java Jazz dan akan bisa menyasar pasar dengan tajam, ya?
DGS: Iya. Tahun pertama, saya dan teman-teman tidak ikut campur . Hanya Papa dan bagian programming yang mengatur siapa saja artis yang akan tampil. Dari situ kami melakukan evaluasi sehingga tahun kedua, kami sudah tahu formatnya akan seperti apa. Kami menyarankan siapa yang harus tampil di tahun kedua, lalu Papa dan bagian programming menentukan mana yang akan diambil dan mana yang harus diganti. Makin ke sini, kami makin berani memberi usulan nama-nama baru.
PFG: Seperti sekarang, saya sudah mulai memutuskan untuk tahun 2010. Tahun 2010, umpamanya kalau kita lihat ini (Peter menunjukkan laptop Apple-nya yang tengah menayangkan deretan nama artis yang akan tampil tahun depan sementara Dewi berkomentar, “Waduh… di-release duluan nih, hahaha…”) kita sudah ada Arturo Ferrel, ada Four Brothers, Harry Allan, kemudian ada Sierra Walton, Hendrick Warkins dan untuk tahun depan, headliners kita ini, ada Santana, Baby King, Winton Merzalaes dan sebagainya. Ini email dari road manager-nya Santana, Chris Dalton (Peter kembali menunjukkan layer laptopnya). Saya akan ketemu dia minggu depan, kebetulan saya akan ke LA. Dia mau ketemu saya minggu besok. It takes a whole process untuk mendatangkan orang-orang seperti Santana. Sebab Santana harus ditarik kemari bukan hanya dengan uang. Santana nggak mau datang ke
Jadi memang harus ada isu-isu yang dimunculkan untuk memberi benang merah dalam setiap festival ya?
DGS: Iya. Tahun ini kami mengusung tema Festival for All. Tahun depan Green and Clean. Tapi sebenarnya, sudah dua tahun terakhir ini kami bekerja sama dengan LSM lingkungan hidup juga untuk recycling project. Kami bekerjasama dengan WWF dan beberapa lembaga lain. Makanya sejak 2008, di sudut-sudut tertentu kami memasang video tentang lingkungan hidup.
Efektifkah memasukkan isu-isu sosial seperti itu dalam sebuah festival
DGS: Efektif atau tidak, kami tidak tahu. Karena bukti apakah mereka menyerap dan melakukan pesan yang disampaikan di sini atau tidak akan terjadi di luar
Bicara soal ideal, apakah Java Jazz ini sudah memenuhi kriteria ideal Anda berdua untuk sebuah festival?
DSG: For me its never enough. Pasti selalu ada yang bisa diperbaiki. Pasti akan selalu ada perbandingan dengan tempat lainnya. Kalau tempat lain bisa membuat itu, kenapa kami tidak? Jadi biasanya kami juga melakukan studi banding dengan festival-festival sejenis di tempat lain. Biasanya Pak Peter yang sering keliling-keliling dan kalau kembali biasanya selalu dengan ide baru. Contohnya seperti kemarin, beliau ingin pakai e-ticket, tiba-tiba semuanya harus online. Memang inovasinya sering dalam hal-hal kecil yang mungkin tidak diperhatikan orang. Tapi pengerjaannya tetap memakan waktu. Bikin ID seperti apa, flownya seperti apa, itu biasanya kami belajar dari melihat di tempat lain lalu coba diaplikasikan dan digabungkan dengan yang sudah berjalan. It’s good enough for now tapi pasti bisa lebih baik. Kalau nggak, jadi nggak kreatif.
PFG: Dan kami selalu ingin menonjolkan musisi
Ini kabar baik di tengah kebanyakan orang
PFG: Problemnya adalah, produk kami ini justru sudah dibajak di
Bagaimana animo pasar luar negeri terhadap DVD ini?
PFG: Besar sekali. Sama dengan animo orang membeli produk Amerika.
DGS: Karena DVD ini, ada satu stasiun televisi Amerika yang ingin membeli semua program kami untuk tayang di channel mereka.
Apakah dengan begitu Anda lebih mudah mengadakan pendekatan dan mengundang artis-artis dunia untuk tampil di
DGS: Iya, tentu saja. Cuma kalau boleh mengutip Papa, the best ambassador for the festival, sebenarnya adalah artis yang tampildi Java Jazz. When they go back, they tell others, they wanna come back with the different project. Karena akhirnya, artis-artis yang kami undang hanya perlu melihat profil kami di website, melihat nama artis-artis yang pernah tampil festival dan mereka bilang iya. Tanpa sadar kami sudah membangun kredibilitas perusahaan dan jadi jauh lebih mudah untuk meminta mereka datang, termasuk untuk soal negosiasi. Posisi kami jadi lebih kuat. Enaknya kalau festival itu adalah kalau satu artis nggak bisa datang, kami bisa mendatangkan artis lain yang sekelas. Beda dengan konser tunggal yang kalau artisnya nggak datang, acaranya selesai. Jadi kami selalu punya kelebihan untuk nego lebih baik. Dan dari sisi eksekusi, kemudahan lainnya adalah kami sudah punya sistem yang baik dan hanya perlu disempurnakan terus menerus. Yang sedikit jadi hambatan itu justru menyangkut perijinan di dalam negeri. Selalu lama, meskipun kami banyak dapat dukungan dari pemerintah DKI dan Departemen Pariwisata. Tapi itu pun tetap kami cari solusinya supaya tiap tahun kendala yang menghadang kami bisa terus diminimalisir.
Ayah dan anak terlibat dalam satu kerjasama professional. Bagaimana menjaga profesionalitas ketika dalam keadaan hectic?
PFG: Justru itu yang sering membuat saya bilang, “Sudah deh, berhentiin saja Java Jazz kalau kita jadi berantem. Kadang hari saya piker, udah deh, nggak mau kerjain Java Jazz, kamu kerjain aja sendiri, saya nggak mau turut-turutan. Jadi ribut.” Biasanya itu terjadi karena ada satu pendapat ada yang saya anggap lebih penting, ada yang dia anggap lebih penting padahal dia musti jalanin. Contohnya saja kemarin, saya mengajak Dewi untuk ketemu dengan orang perizinan. Tapi di saat yang sama, dia janji juga ketemu dengan sponsor. Menurut saya, perizinan sebaiknya ditemui dulu karena kalau ada sponsor tapi izinnya nggak dapat
DGS: Padahal menurut saya kalau sponsornya nggak ada, acaranya nggak akan jalan. So that’s where’d they become an argument. Karena menurut saya, apa bisa kita bisa bagi badan? Sementara beliau ini agak susah ‘ditawar’. Kalau beliau mau ke perizinan dulu, maka saya harus ikut ke perizinan. Sementara saya memegang sponsor yang penting dan mereka ini punya kebiasaan kalau nggak ketemu langsung dengan saya, mereka nggak mau. Karena biasanya mereka langsung ngomong branding dan sebagainya. Nah, dalam kondisi seperti itu sebenarnya enak sekali bekerja dengan ayah, karena saya tahu beliau ini kreatif sekali dan pikirannya lebih maju dari kita-kita. Cuma memang beratnya justru karena jadi anak, beliau jadi lebih keras, (Dewi cepat-cepat menyelipkan kata “berasanya” setelah mengucapkan kalimat ini) kepada saya untuk menunjukkan pada yang lain, “I’m not giving you special priorities. You’re my daughter, but you part of company.” Nah, gitu-gitunya kadang-kadang yang membuat hati kecil saya bilang “waduh, aku
Jadi enak tidak kerjasama dengan anak atau ayah?
PFG: Nggak juga. Mau marah itu anak, nggak dimarahin saya yang stres. Nggak juga kalau dibilang enak. Tapi ya oke-oke saja, hahaha...
DGS: Kalau saya, sejak pulang memang sudah kerja dengan Papa. Jadi ritme kerjanya yang sangat cepat itu yang justru membuat saya terpacu untuk ikut cepat maju. Soalnya kalau dapat orang yang lebih slow atau tidak sepintar papa, mungkin saya juga akan berkembang dengan lambat karena tantangannya kurang. Jadi kalau ditanya enak atau tidak, tentu enak karena saya bisa belajar banyak. Baru kemarin saya bilang, kalau nggak ada Papa, mungkin, I might, I might not wanna do it anymore. Karena yang nge-push ini Java Festival Production ini adalah Papa. (Peter menyahut cepat begitu mendengar kalimat ini. Katanya, “Itu satu kesalahan. Saya selalu bilang, ada atau tidak ada saya, Java Jazz tidak boleh tidak ada. Kalau Dewi tidak lagi mengerjakannya, orang lain saja yang mengerjakan. Karena Java Jazz ini tidak boleh lagi berhenti. Karena bagaimana pun, festival ini sudah jadi kebanggaan
Kabarnya lokasi penyelenggaraan Java Jazz akan dipindah dari
PFG: Nggak boleh coba-coba. Kami sudah merencanakan kepindahan ini sejak tiga tahun yang lalu. Tapi kami memang menunggu sampai Java Jazz ini