seperti kavling perumahan, halaman dalam majalah memiliki keterbatasan yang tak bisa disiasati. kebutuhan visual acap kali membuat hasil wawancara terbuang percuma dalam keranjang sampah editor. blog ini adalah tempat saya menyimpan versi lengkap tulisan sebelum masuk ke meja editor. sebab, setiap perbincangan selalu mengandung banyak hal berharga yang sangat sayang kalau dibuang...
Selasa, 01 Juni 2010
MENJARING BINTANG SENI
Sebagai salah satu lokomotif seni rupa Indonesia, Edwin’s Gallery merasa perlu melakukan pengamatan terhadap seniman-seniman muda yang muncul ke jagat seni. Melalui sebuah program yang diberi nama Survey, Edwin melakukan pengamatan itu. “Ini bentuk apresiasi dan konsistensi kami yang ingin selalu menampilkan karya berkualitas dari seniman-seniman muda Indonesia,” kata Edwin dalam konferensi pers sebelum pameran itu dibuka. Sepuluh seniman terpilih mewakili 68 seniman yang ‘dijaring’ melalui program pertama yang diadakan pada 2008 silam menampilkan karya-karya mereka dalam pameran bersama bertajuk Survey 1.10. Sepuluh nama itu adalah A.T. Sitompul, Ayu Arista Murti, Beatrix Hendriani Kaswara, Gusmen Heriadi, I Made Widya Diputra, Made Wiguna, Valasara, R.E. Hartanto, Septian Harriyoga, Wedhar Riyadi, dan Yuli Prayitno. Karya seniman besar Francisco Giya berjudul The Sleep of Reason Produces Monster menjadi inspirasi yang diambil oleh Aminudin TH Siregar untuk pameran tersebut. Ucok, panggiln Aminudin, melihat adanya korelasi antara kondisi masyarakat Spanyol saat ketika karya-karya etsa Goya itu diciptakan di mana dikotomi antara kemewahan dan kemelaratan di tengah krisis ekonomi yang menjerat terpapar dengan nyata. “Ini saya pinjam sebagai metaphor untuk mewakili sejumlah hal yang berkaitan dengan kenyataan yang kita alami di tanah air sekarang ini,” ungkap Ucok. Menurutnya, pameran tersebut ia tujukan untuk membidik sisi kelam manusia –khususnya masyarakat Indonesia- dengan harapan bahwa pada suatu hari, para seniman bisa menjadi ‘pembunyi alarm’ yang secara signifikan mewarnai ranah social masyarakat Indonesia. Kendati mungkin terkesan terlalu heroic, tentu tak ada yang salah dengan tujuan ini. Sebab sejatinya, senia memang adalah cara untuk menuturkan sesuatu yang tak terkatakan. Kita tunggu saja sepakterjangnya. ISA, Foto: Dok. Edwin’s Gallery
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar